Kamis, 03 Juli 2014

Cangkir & Kopi

Beberapa orang alumni sebuah universitas yang telah mapan dalam karir dan kehidupannya sedang berkumpul dalam sebuah reuni. Mereka memutuskan untuk berkunjung ke rumah seorang dosen yang sudah berusia lanjut. Di rumah sang dosen, percakapanpun begitu seru dan menyenangkan, mulai sejak awal mereka berkarir, tekanan dalam pekerjaan hingga hidup mereka.

Agar tidak terlalu larut dalam 'stress', sang dosen bermaksud menawari para mantan mahasiswanya itu untuk minum kopi. Sang dosen beranjak ke belakang. Tak berapa lama dia  kembali ke ruang tamu dengan membawa seteko besar kopi dan beberapa cangkir dan gelas. Cangkir dan gelas yang dibawa sang dosen bervariasi, terbuat dari porselen dan plastik, dari harga yang paling murah hingga yang paling mahal. Kemudian sang dosen mempersilakan mereka minum dulu. "Silakan ambil sendiri kopinya, "katanya. 

Setelah mereka memegang kopi masing-masing, sang dosen berkata, "Saya lihat anda semua mengambil gelas-gelas terbaik bahkan gelas dan cangkir termahal dan meninggalkan gelas dan cangkir yang murah. Normal bagi kalian, karena kalian memang menginginkan yang terbaik untuk diri kalian dan keluarga kalian. Padahal yang ingin kalian minum adalah kopi, bukan cangkir atau gelasnya. Tidak apa-apa, tapi disadari atau tidak, kalian lebih memilih gelas atau cangkir yang lebih baik. Bahkan tampak dari masing-masing kalian saling melihat cangkir teman-teman kalian". 

"Sekarang akan saya jelaskan, hidup adalah kopi. Sedangkan pekerjaan, uang, posisi adalah gelas. Mereka hanyalah alat untuk membawa dan mewadahi hidup, sementara hidup itu sendiri tidak berubah. Terkadang dengan hanya berkonsentrasi pada gelas dan cangkir saja, kita bisa gagal menikmati kopi di dalamnya, "jelas sang dosen. 

"Janganlah gelas atau cangkir mempengaruhi anda.... Nikmati saja kopinya".      

Kamis, 19 Juni 2014

Gratis Sepanjang Masa

Suatu sore, seorang anak menghampiri Ibunya di dapur. Ia menyerahkan selembar kertas yang ditulisnya sendiri. Setelah mengeringkan tangannya dengan celemek, sang Ibu membaca tulisan itu, dan inilah isinya:

Untuk memotong rumput Rp 5000
Untuk membersihkan tempat tidur minggu ini Rp 5000
Untuk ke toko disuruh ibu Rp 5000
Untuk menjaga adik Rp 5000
Untuk membuang sampah Rp 1000
Untuk nilai yang bagus Rp 10000
Untuk membersihkan dan menyapu halaman Rp 3000
Jadi jumlah utang Ibu adalah Rp 34000

Sang Ibu memandangi anaknya dengan penuh harap. Berbagai kenangan terlintas dalam benak Ibu. Lalu ia mengambil pulpen, membalikkan kertasnya, dan inilah yang ia tulis:

Untuk 9 bulan Ibu mengandung kamu, gratis
Untuk setiap malam Ibu menemani kamu, gratis
Untuk semua mainan, makanan dan baju, gratis
Untuk mengobati kamu saat kamu sakit, gratis
Untuk mendoakan kamu, gratis
Untuk semua susah dan air mata dalam mengurus kamu, gratis
Kalau dijumlahkan semua, harga cinta Ibu adalah gratis

"Anakku, kalau kau jumlahkan semua, akan kau dapati bahwa harga cinta Ibu adalah GRATIS". Seusai membaca apa yang dituliskan Ibunya, berlinanglah air matamya dan menatap wajah ibunya, seraya berkata, "Aku sayang sekali sama ibu". Ia kemudian mendekap ibunya. Sang Ibu tersenyum sambil mencium rambut buah hatinya. "Ibu juga sayang kamu, nak, "kata sang Ibu. 

Kemudian sang anak mengambil pulpen dan menulis kata dengan huruf besar-besar sambil diperhatikan sang Ibu: "LUNAS". 
 



 

Rabu, 18 Juni 2014

Pendayung Sampan & Profesor

Suatu hari seorang Profesor menyewa sebuah sampan untuk mengadakan penelitian di tengah laut. Pendayung sampan itu adalah seorang lelaki tua yang sangat pendiam. Profesor sengaja memberi upah kepada Pendayung itu karena dia tidak mau orang yang menemaninya itu tidak banyak bertanya tentang apa yang dilakukan. Dengan tekun, Profesor itu melakukan tugasnya, tanpa menghiraukan si Pendayung sampan. Dia mengambil air laut dan diisikan ke dalam tabung uji, digoyang-goyang, lalu mencatat sesuatu di dalam buku catatan yang dibawanya. Berjam-jam lamanya Profesor itu melakukan penelitian dengan serius. Pendayung sampan mendongak ke langit, memandang pada awan yang mulai berarak kelabu. "Hm...tak lama lagi hujan lebat akan turun, "katanya dalam hati. 

"OK, semua sudah selesai, mari kita balik, "kata Pendayung itu seraya membalikkan sampannya ke arah pantai. Dalam perjalanan itu, baru si Profesor menegur si Pendayung.

"Sudah lama kamu jadi Pendayung sampan?" tanya Profesor
"Hampir seumur hidup, "jawab si Pendayung.
"Seumur hidup? Jadi kamu tidak tahu apa-apa selain mendayung?" tanya Profesor itu.
"Ya..., "jawab si Pendayung singkat.

Rupanya Profesor itu belum puas dengan jawaban si Pendayung. "Kau tahu Geografi?"
Si Pendayung menggeleng.
"Kalau begitu, kamu telah kehilangan 25% dari usia kamu, "kata si Profesor. 
"Kamu tahu biologi?"
Si Pendayung menggeleng lagi.
"Kasihan, kamu telah kehilangan 50% dari usia kamu". 
"Kamu tahu Fisika?" Profesor itu masih terus bertanya.
Seperti tadi, Pendayung sampan itu hanya menggelengkan.
"Sungguh kasihan, kalau gitu kamu telah kehilangan 75% usia kamu. Malang sekali nasibmu, semuanya tidak tahu. Seumur hidup kamu hanya dihabiskan dengan sampan, tak ada gunanya, "kata Profesor dengan nada mengejek dan angkuh, merasa dirinya yang paling hebat. Pendayung sampan hanya diam. Tak lama kemudian hujan turun dengan lebat, disertai ombak besar. Sampan yang mereka naiki-pun terbalik. Profesor dan Pendayung sampan terpelanting. Sempat pula Pendayung sampan itu bertanya, "Apa kau bisa berenang?" Si Profesor hanya menggeleng.

Sayang sekali, kamu kehilangan 100% nyawa kamu, "kata Pendayung itu, sambil berenang ke pantai, meninggalkan Profesor yang angkuh itu.  

Kamis, 31 Oktober 2013

Bahagia itu Sederhana



Seorang suami yang mendengar istrinya mengomel di rumah, berarti dia masih mempunyai keluarga. Seorang Istri yang mendapati suaminya ‘ngorok’ di sebelahnya, berarti dia masih punya seorang suami. Kita mendengar ayah dan ibu menegur dengan tegas, berarti kita masih mempunyai orang tua. Kita merasa lelah dan pegal linu setiap sore, itu berarti kita masih mampu bekerja keras. Kita membersihkan cangkir, gelas dan piring setelah menjamu tamu di rumah, itu berarti kita masih punya teman. Pakaian terasa agak sempit, berarti kita makan cukup. Mencuci dan menyetrika tumpukan baju, berarti kita punya banyak pakaian. Membersihkan jendela, beranda dan halaman, berarti kita mempunyai rumah. Mendapatkan banyak tugas yang sangat merepotkan, berarti kita dipercaya mampu melakukannya. Mendapatkan rekan kerja/bisnis yang mengesalkan, pertanda bahwa karir dan bisnis kita bergerak dan hidup. Mendapatkan banyak komplain dari pelanggan, pertanda bahwa pelanggan kita masih ada dan loyal serta menginginkan kita menuju ke arah perubahan yang lebih baik. Mendengar suara atau nyanyian yang fals atau memekakkan telinga, pertanda bahwa kita masih bisa mendengar. Mendengar kicau burung dipagi hari menandakan kita masih hidup. Pendek kata, banyak hal yang dapat kita syukuri setiap hari. Aku bersyukur telah dapat menulis tulisan ini kepada anda. Semoga yang membaca pesan ini selalu diberkahi dengan kesehatan, kebahagiaan dan kedamaian. Amin.  

Rabu, 11 September 2013

Kudambakan Suara Itu

Kudambakan suara itu
Yang hampir-hampir tak pernah 
kudengar lagi

Berita tentang seruling
Berita tentang gendang
Gamelan, kecapi, rebab
Suara nan indah, tenang


Kurindukan suara itu
Riuh rendah
Nyaring lembut
Syahdu menyentuh
Bergema

Kudambakan suara itu
Karena mampu 
pecahkan kebekuan
Karena itu adalah
warisan ayah ibuku










Meremehkan Dosa



Pernahkah kita, ketika berbuat dosa, lalu menganggap bahwa apa yang kita perbuat itu adalah dosa kecil atau dosa sepele? Padahal, meremehkan dosa malah akan membuat dosa itu menjadi besar disisi Allah. Disebutkan dalam hadits shahih Bukhari:

"Dari Anas ra, ia berkata: Sesungguhnya kalian melakukan suatu amalan dan menyangka bahwa itu lebih tipis dari rambut. Namun kami menganggapnya di masa Nabi SAW sebagai sesuatu yang membinasakan" (HR Bukhari). 

Jika demikian, maka sesuatu yang disangka sepele bisa jadi sesuatu yang besar disisi Allah. Abu Ayyub Al-Anshari berkata:

"Sesungguhnya seseorang melakukan kebaikan dan terlalu percaya diri dengannya sehingga meremehkan dosa-dosanya, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan penuh dosa. Sesungguhnya seseorang melakukan kejelekan dalam keadaan terus merasa bersalah (meski telah bertobat), maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan tenang". 

Semoga kita digolongkan kedalam orang-orang yang tidak menyepelekan dosa-dosa. Amin. Wallaahu a'lam.